Selasa, 04 September 2012

Kisah Dosen UIN dan Ratusan Mahasiswi Tidak Perawan


Ini kisah nyata yang sampai sekarang masih berlangsung. Ada seorang Dosen UIN Bandung selama ini berhasil mengumpulkan ratusan mahasiswi GBP (Gadis Bukan Perawan) akibat pergaulan bebasnya se-Bandung dan Jawa Barat dan membina mereka secara intensif. Ratusan mahasiswi itu dari ITB, UNPAD, UPI, UNISBA, UIN, UNINUS, IPDN, IKOPIN, UI, IPB, UIK Bogor, Universitas Widyatama dll. Sebagai produk dari kemakmuran kelas menengah, mereka rata-rata anak orang kaya. Wajah mereka rata-rata cantik dan bersih karena umumnya dari keluarga berada. Ada anak pengusaha, anak pejabat tinggi, anak dosen, anak guru, anak ustad, bahkan anak da’i terkenal di Bandung. 
Ratusan mahasiswi itu dibinanya sendirian. Awalnya hanya satu dua yang disadarkan. Karena bimbingannya terasa sangat mengayomi, intensif, terbuka, berperan sabagai bapak asuh, bimbingan agamanya sangat terasa, mereka merasa terlindungi dan mereka menemukan tempat curhat yang sangat enak, melebihi ke pacarnya sendiri. Semua mahasiswi itu, ke orang tuanya tentu tidak ada yang berani terbuka, apalagi soal hilang keperawanannya, tapi pendekatan sang ustad ini berhasil membuat mereka semuanya terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi. Karena ilmunya, semua rahasia mahasiswi ini diketahui oleh sang dosen dan mereka tidak ada yang bisa berdusta. Setelah sadar, hampir semuanya kemudian memutuskan pacarnya. Kini semuanya, sudah tobat dan meninggalkan pergaulan bebasnya. Pengajian rutin sering diselenggarakan untuk membina mereka.
Para mahasiswi itu saling mengajak temannya yang senasib, yang pada stres karena menyesal sudah bukan perawan, yang sulit keluar dari pergaulan bebasnya dan terbentuklah komunitas tersendiri. Sang dosen UIN yang masih muda, duda, selalu berpenampilan sederhana dan gaul, jauh dari asesoris ustad, dan tak punya rumah itu, membuat para mahasiswi itu sangat betah. Lucunya, hampir semua mahasiswa itu minta dinikahi, bayangkan 100 lebih perempuan muda minta dinikahi. Tentu, godaan yang sangat besar, apalagi mereka banyak yang manja dan genit, tapi sang dosen tak pernah tergoda dan melenceng dari niat awalnya, tak tertarik pada satu pun dari mereka. Kecantikannya yang level artis, wajah indo, banyak. Yang biasa-biasa juga ada. Saking sulitnya menemukan ‘pemuda ideal’ yang kalimat-kalimatnya selalu menyejukkan dan meneduhkan jiwa, banyak yang bersumpah tidak akan menikah kecuali dengan sang dosen tersebut. Tentu saja ini sangat memusingkan. Gilanya, bahkan ada 4 orang yang siap dijadikan istri pertama hingga keempat dan itu atas kesepakatan mereka sendiri, mereka sendiri yang menentukan siapa yang pertama dan terkahir dan semua itu pun atas izin orang tuanya. Untungnya, ia sangat kuat dan tak pernah tergoda. Padahal, ‘sang idola’ itu tak usah memikirkan materi karena mereka semua orang-orang berada.
Sang ustad ini pun, benar-benar jadi idola bukan hanya oleh mereka tapi oleh semua orang tuanya, selain tipe “suami ideal” juga duda usia 40 th-an. Semua orang tuanya sudah ditemuinya dan beberapa kali dikumpulkan dalam pengajian khusus tentang pergaulan anak-anaknya dan kondisi GPB-nya apa adanya. “Tidak ada yang tertutup, pembinaan harus terbuka. Setiap mahasiswa sudah saya pertemukan dengan orang tuanya masing-masing dan saya jelaskan terbuka semuanya. Jelas, orang tuanya harus tahu, itu kan anak mereka yang bisa mencelakan mereka di akhirat kelak. Semua orang tuanya sekarang tau tahu kondisi anaknya. Awalnya, ada yang ditempeleng, ada yang diusir, ada yang dimusuhi, macam-macamlah. Tapi, saya sadarkan juga orang tuanya, karena itu akibat cara pendidikan mereka yang salah pula. Sekarang repotnya, banyak orang tua menyerahkan anaknyasepenuhnya kepada saya, mau diapakan. Banyak dari para orang tua itu meminta saya menikahi anak-anaknya dengan tak usah memikirkan materi,” katanya.
Kata sang ustad, lucunya, hampir semua mahasiswi itu, ya karena masih pada muda, tidak ada yang akur karena bersaing memperebutkan sang pembimbing yang menyejukkan jiwa. Saya mendengar mereka ribut di depan saya memperebutkan saya, tidak aneh, sangat sering, seperti saya ini sudah suaminya, bahkan ada jadi musuhan karena cemburu. Cukup berat mengasuh mereka. Bahkan ada yang sudah disadarkan berusaha keras agar melayani rasa suka dan cintanya. Gila memang.
Sang ustad bercerita, “hingga sekarang, pembinaan masih terus berjalan. Sudah tiga tahunan. Banyak yang memperlakukan saya sebagai suaminyalah, yang manggil saya “papah” lah, “sayang” lah dll, ngasih ini itulah, tapi semuanya tidak pernah ada yang saya terima. Banyak yang memaksa saya menikahi mereka bahkan orang tuanya memelas-melas. Orang tuanya ada yang mau memberi saya rumah, mobil baru, asalkan menikahi anaknya. Nanti dulu, itu bukan tujuan saya. Kebanyakan mereka anak orang kaya.” Pernah, suatu hari diselenggarakan pengajian di Masjid Raya Cipaganti Bandung. Ketika datang, sang ustadz muda bin cuek ini mengira masjid ada yang memakai karena mobil-mobil keren berjejer memenuhi halaman masjid. Begitu masuk, dia kaget, ternyata itu semua mobilnya para mahasiswi asuhannya itu. Mereka menyambutnya meriah.
Saking percayanya, ada juga orang tuanya yang akan ngasih perusahaan, juga ditolak. Saya tidak mau tergoda dengan itu semua. Tujuan saya hanya satu, meluruskan akhlak mereka. Para orang tua itu banyak yang kebingungan, katanya harus ngasih apa karena semua pemberian tidak pernah ada yang saya terima sementara anaknya sekarang sudah berubah total, jadi rajin shalat, selalu bawa Qur’an dan mukena, rajin ke pengajian, jadi sangat hormat pada orang tuanya dst … dst.”
Mudah-mudahan ada ustadz lain yang bisa mengikuti jejaknya tanpa ingin menjadi terkenal. “Kalau ingin terkenal, waah …  gampang saya, banyak kesempatan, tapi itu bukan tujuan saya dan saya tidak mau. Popularitas itu akan mengotori hati dan ingin terkenal adalah penyakit jiwa.

0 komentar:

Posting Komentar